17 Juni 2020

Kampus Merdeka dan New Normal

Diluncurkannya kebijakan "Kampus Merdeka" oleh Kemendikbud diharapkan akan membawa perbaikan besar bagi kualitas lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia. Perguruan tinggi kini diberikan kebebasan dan fleksibilitas untuk menentukan kebijakan strategisnya. Proses akreditas yang sebelumnya merupakan sebuah kewajiban untuk dilakukan, kini sifatnya hanya berupa pengajua sukarela, dan dapat dievaluasi sewaktu-waktu apabila terdapat indikasi penurunan kinerja. Di satu sisi ini merupakan sebuah perbaikan dari sistem tata kelola organisasi di perguruan tinggi, karena kini akreditas organisasi tidak lagi ditentukan oleh laporan-laporan dan lampiran-lampiran dokumen di atas kertas yang disebut dengan istilah borang. Saya katakan perbaikan proses tata kelola karena aktivitas perguruan tinggi berjalan setiap hari, tujuh hari dalam seminggu dan 365 hari dalam setahun. Jadi agak kurang adil kalau nilai akreditasi organisasi cuma berdasarkan laporan yang disusun lima tahunan. Penuruanan jumlah mahasiswa baru, lulusan, dan rasio penyerapan lulusan di dunia kerja menjadi indikator bagi assesor untuk menentukan perlu atau tidaknya dilakukan evaluasi. Tata kegiatan pembelajaran new normal mengharuskan menyesuaiakan aturan operasional di kelas agar tidak terjadi kepadatan dan kerumunan yang memperbesar potensi penularan virus Covid-19. Sebagian sistem pembelajaran akan ada yang dialihkan ke model pembelajaran secara daring. Pembatasan ini secara langsung menghambat aktivitas kegiatan belajar mengajar di kampus. Tenaga pengajar (dosen) memiliki peranan penting dalam menjaga pasokan mahasiswa baru dan keluaran sarjana. Mengajar secara daring lebih sulit dari tatap muka, hampir semua dosen sepakat akan hal itu. Tatap muka di layar laptop atau handphone tidak menimbulkan ikatan emosional, sama seperti menatap layar televisi, kita bisa pindah channel atau matikan TV-nya jika kita merasa topik yang disajikan tidak menarik. Tidak menarik ketika mengajar dik kelas tatap muka di kelas tidak akan membuat mahasiswa tiba-tiba keluar kelas. Mereka masih memiliki ikatan emosional yang mesti di jaga kecuali mahasiswa yang benar-benar tambeng. Ada tiga kemampuan inti yang harus dikuasai oleh para dosen menghadapi perubahan sistem mengajar ini Beralih dari mengajar secara teks ke experience Buat apa susah payah mengikuti kelas kalau materi yang disampaikan sama dengan membaca buku. Toh dari membaca buku itu mahasiswa sudah paham dengan materi pelajaran. Bahkan di dunia maya telah terdapat ribuan konten yang membahas tentang semua ilmu. Semuanya bisa diperoleh melalui Google. Nah disinilah dosen memiliki peranan yang harus berbeda dengan buku atau dengan konten-konten pedagogik yang tersebar di dunia maya. Dosen harus mulai mengajar dengan menyampaikan experience, bukan lagi menyampaikan teks. Contoh mengajarkan experience misalnya, dosen mengambil sebuah kasus yang terjadi lalu meminta mahasiswa untuk menanggapinya berdasarkan materi yang telah mereka pelajari dari buku. Mengajar experience ini lebih sulit daripada teks, karena dosen harus mengupdate materi pengajarannya sesuai dengan kondisi. Jadi dosen tidak lagi dapat mengandalkan slide PPT statis yang isinya mungkin sudah tidak diupdate bertahun-tahun, bahkan si dosen pun sampai hafal setiap detail huruf dari slide-nya. Belajar menulis. Tentu dosen sangat pandai menulis. Salah satu syarat menjalani profesi dosen adalah memiliki karya ilmiah dan harus dipublikasikan. Bisa menulis karya ilmiah kan berarti sudah bisa menulis? Nah bukan menulis artikel ilmiah yang dimaksud disini, tapi menulis dengan gaya popular, baik itu opini, esai, narasi apapun yang bisa mengutarakan informasi secara bebas. Dengan mahir menulis, dosen akan semakin terlatih menuangkan ide-idenya dalam tulisan, mengembangkan kekayaan kata dalam berbahasa, sehingga dapat menyampaikan materi dengan lebih santai dan rilek. Nah inilah yang diharapkan oleh mahasiswa generasi-generasi Z saat ini. Mereka lebih tertarik untuk mengikuti informasi yang ditulis dengan gaya bahasa santai dan sedikit guyon. Dosen harus mampu mentransfer buku-buku referensi tebal yang telah dibacanya kedalam sebuah blog, google class atau apapun itu, yang penting link-nya bisa dibagikan kepada mahasiswa. Belajar membuat konten Naah ini dia yang paling penting. Anak-anak mahasiswa sekarang lebih rela menghabiskan kuota datanya untuk mengikuti channel-channel youtuber favoritnya ketimbang mengikuti kuliah daring yang dibawakan oleh dosenya. Dosen-dosen harus belajar dari para youtuber ini bagaimana caranya menarik perhatian. Entertain, saya rasa itu kuncinya, mengapa postingan baru para youtuber lebih dinanti daripada jadwal perkuliahan dengan dosen. Bagaimana caranya menyajikan konten pelajaran yang serius tapi berisi entertainment?. Nah disitulah kita masih sama-sama perlu belajar. Masing-masing orang akan memiliki ide kreatifnya masing-masing. Apapun yang terjadi di sekitar kita bisa dijadikan bahan pelajaran. Melihat kerumunan di pasar kita bisa terangkan mengenai konsep kebutuhan. Melihat pedagang kaki lima yang sepi order kita bisa ajarkan tentang konsep marketing. Dengan dikuasainya tiga hal tersebut bisa dipastikan bahwa kampus merdeka akan siap untuk dicapai, dan no problem dengan pembelajaran online.

Setelah Sekian Lama

Entah sudah berapa lama blog ini tidak saya update.. seingat saya waktu anak saya yang pertama baru berusia enam tahun, dan sekarang sudah masuk usia ke-15. OMG lama juga ya. Hari ini tiba-tiba mod menulis saya kembali timbul, meskipun bingung mau nulis apa?. Yang penting nulis dulu apa yang ada di pikiran kita. Menulis itu penting lho. Kenapa? karena dari menulis otak kita akan bekerja merangkai kata-kata menjadi kalimat yang bisa menuangkan pikiran kita saat ini. Banyak orang yang hobi bicara dibanding menulis. Kenapa begitu ya? Padahal menulis itu lebih memberi kita untuk memberi waktu berpikir tentang apa yang ingin kita sampaikan. Sementara kalau berbicara sering kali kita mengutarakan kata -- kalimat yang tidak sempat kita pikirkan dulu bagaimana dampaknya kepada pendengarnya. Menulis juga membuat kita lebih memiliki perbendaharaan kata yang beragam. Banyak hal-hal yang kita saksikan sehari-hari tapi kita tidak mampu menuangkannya ke dalam tulisan, itu kebanyakan masalah yang saya tangkap kenapa banyak orang merasa kesulitan menulis. Dengan berusaha menuangkan pikiran, pendapat, perasaan dan pengamatan kita ke dalam tulisan, kalimat-kalimat kreatif akan muncul satu demi satu sampai akhirnya kita mahir menulis. Tulislah apa yang Anda pikirkan, yang dilihat, yang disukai. berlatihlah, tidak perlu takut tullisan kita jelek, basi, gak bermutu.